Inflasi dan Kualitas Informasi Akuntansi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai
kenaikan dalam tingkat harga rata-rata untuk semua barang dan jasa yang
dihasilkan dalam suatu perekonomian. Dari sudut pandang teori akuntansi,
gambaran inflasi merupakan persoalan besar. Inflasi menyebabkan harga-harga
selalu berubah karena perubahan permintaan dan penawaran untuk barang dan jasa.
Inflasi menimbulkan 2 permasalahan mendasar pada akuntansi keuangan yang
menggunakan basis kos historis ( historical cost-based system of accounting)
sebagai berikut ini:
a.
Angka historis yang tersaji dalam laporan keuangan
menjadi tidak relevan secara ekonomi karena harga-harga berubah sejak laporan
keuangan dikeluarkan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan syarat kualitas
primer yaitu relevansi dan reliabilitas khususnya representational
faithfulness.
b.
Angka-laporan keuangan disajikan dalam dolar/mata uang
tertentu yang telah dibelanjakan pada titik waktu yang berbeda berdampak pada
jumlah daya beli yang berbeda pula. Perbedaan daya beli tersebut muncul karena
inflasi yang menyebabkan harga-hargacenderung mengalami peningkatan.
Kedua problem tersebut merusak beberapa
aspek kualitas informasi keuangan suatu entitas khususnya aspek relevan dibawah
akuntansi biaya historis. Nilai prediksi menjadi menurun akibat penggunaan dan
penggabungan dolar dari daya beli yang berbeda. Di bawah kos historis,
pendapatan yang didistribusikan kepada
para pemegang saham biasanya relatif terlalu tinggi karena tidak disertai
dengan perhitungan penyusutan yang seimbang terhadap aktiva bersih yang
dimiliki oleh entitas.
Belkaoui (2004) menyatakan bahwa teori dan
pengukuran laba bisnis menempati posisi sentral dalam literatur akuntansi
keuangan dan metode pengukuran laba bersih mengalami perkembangan.
Menurut Belkaoui terdapat 3 mazhab terkait
dengan pengukuran laba rugi yang dihasilkan dalam operasi perusahaan yaitu
sebagai berikut:
a.
Mazhab klasik (classical School) terutama
dikarakteristikkan dengan ketaatan pada postulat unit ukuran dan prinsip kos
historis. Secara umum, dikenal sebagai akuntansi kos historis/akuntansi
konvensional, dan kelompok klasik menganggap laba akuntansi sebagai laba
bisnis.
b.
Mazhab neoklasik (neoclassical School) terutama
dikarakteristikkan dengan pengabaiaan atas postulat unit ukuran, mengakui
perubahan dalam level harga umum, dan ketaatan terhadap prinsip kos historis.
Secara umum, disebut sebagai akuntansi kos historis disesuaikan level harga
umum, konsep laba bisnis dari kelompok neoklasik adalah “laba akuntansi
disesuaikan dengan level harga umum”.
c.
Mazhab radikal (radical school) terutama
dikarakteristikkan dengan pilihan nilai sekarang sebagai dasar penilaian. Kelompok
ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1.
Bentuk kelompok dimana laporan keuangan berbasis nilai
sekarang tidak disesuaikan untuk perubahan level harga umum. Secara umum,
disebut akuntansi nilai sekarang, konsep laba bisnis kelompok ini adalah laba
sekarang (current income).
2.
Bentuk kelompok radikal, laporan keuangan berbasis
nilai sekarang disesuaikan untuk perubahan dalam level harga umum. Secara umum,
dikenal sebagai akuntansi nilai sekarang disesuaikan level harga umum, konsep
laba bisnis kelompok ini adalah laba sekarang disesuaikan (adjusted current
income).
Dampak
Perubahan Tingkat Harga Di Amerika Serikat Di Masa Lalu Pada SFAS No. 33
Wolk dkk (2001) menyatakan bahwa akuntansi
di USA telah merealisasikan potensi pengaruh-pengaruh inflasi pada angka-angka
pelaporan keuangan akibat perubahan harga barang dan jasa. AAA dan AICPA telah
mendiskusikan pengaruh perubahan harga dalam publikasi mereka selama setengah
abad. Kedua organisasi tersebut dengan kuat menyokong model historical cost di
pertengahan tahun 1930an.
The AAA membuat pernyataan bahwa esensi
akuntansi yang utama bukanlah suatu proses penaksiran nilai, tetapi alokasi
dari historical cost dan pendapatan saat ini dan periode-periode berikutnya.
The AICPA menilai bahwa keuntungan dianggap direalisasi ketika penjualan yang
berasal dari transaksi yang lazim berjalan efektif, kecuali kalau lingkungan
atau keadaan-keadaan yang membentuk harga penjualan tidak memberikan keyakinan.
Di Era FASB, lembaga tersebut mengeluarkan
exposure draft yang berjudul laporan keuangan dalam unit-unit daya beli umum.
Konsep ini mengusulkan perlunya penyajian kembali laporan posisi keuangan
(neraca) dan laporan laba rugi dalam unit-unit daya beli umum sebagai informasi
tambahan.
Price-level dihasilkan dari laporan
keuangan yang secara kontinyu menggunakan historical cost sebagai sistem
pengukuran, dengan mengubah laporan yang berbasis historical cost yaitu
unit-unit dolar yang konstan dibanding unit-unit dari dolar nominal. Suatu
pendekatan yang menggunakan current cost mengubah sistem pengukuran dasar dari
historical cost ke current value.
Akuntan secara umum dan organisasi akuntan
seperti AAA, AICPA, serta FASB cenderung untuk berlaku hati-hati terhadap
price-level dalam menyatakan kembali historical cost. Kehati-hatian tersebut
didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut ini:
- Metodologi yang dapat digunakan untuk mengubah historical cost dalam unit currency secara umum yang lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan current cost.
- Penggunaan currency hanya menyangkut satu indeks eksternal, sama halnya dengan consumer price index (CPI) melalui historical cost.
Tindakan SEC yang mendukung pelaporan
keuangan dengan historical cost telah mengubah evolusi akuntansi untuk tingkat
harga-harga yang berubah di US. ASR 190 menyebabkan FASB yang awalnya akan
menerbitkan regulasi pelaporan keuangan dengan menggunakan unit-unit daya beli
umum segera menyesuaikan posisinya dan menunjuk pada dua pendekatan yang
diadopsi dalam SFAS No. 33. ASR 190 secar signifikan menahan perkembangan
akuntansi untuk perubahan tingkat harga.
Perubahan dalam laporan keuangan diperlukan
karena adanya perubahan harga. Perubahan tersebut dibuat pada suatu sistem
perhitungan tersendiri agar sistem dapat melaporkan informasi yang lebih
berguna untuk para pengguna laporan keuangan.
Membangun Indeks Harga
Untuk mengukur perubahan dalam tingkat
harga yang terjadi dalam suatu periode, suatu indeks harga harus dibangun.
Indeks harga adalah suatu susunan rata-rata harga sekarang dari barang dan
jasa. Rata-rata ini dihubungkan dengan harga dalam suatu periode dasar dan
tujuan mereka adalah menentukan seberapa besar perubahan yang terjadi. Indrks
harga dapat dibangun dalam 2 tipe yaitu:
- Pembangunan indeks harga secara sempit dimana indeks dibangun untuk menyatukan perubahan tingkat harga dalam suatu segmen perekonomian seperti barang modal yang digunakan dalam industri.
- Pembangunan indeks dengan mengkontruksi tingkat harga seluruh barang dan jasa dalam aktivitas perekonomian.
Tipe pertama disebut dengan indeks harga
khusus dan tipe kedua disebut indeks harga umum. Kedua tipe indeks tersebut
tidak lepas dari penggunaan sampel statistic yang dilakukan secara luas dari
barang dan jasa yang terkait, seperti jumlah dan transaksi yang terjadi mungkin
sangat besar. Penggunaan sampel statistic tidak lepas dari kesalahan sampel dan
ini mudah terjadi jika rata-rata transaksi tertentu representif dengan kejadian
sebenarnya selama periode tersebut. Oleh sebeb itu, pengambilan sampel harus
mengikuti kaidah teori yang sudah diisyaratkan.
Gambaran Akuntansi Inflasi Berdasarkan Nilai Beli
(Entry Value)
Harga beli menunjukkan jumlah kas atau uang
lainnya yang diperlukan untuk mendapatkan asset yang sama atau ekuivalen dari
asset tersebut. Interpretasi harga beli sekarang yang telah digunakan adalah
sebagai berikut:
- Kos pengganti (replacement cost) sama dengan jumlah kas atau uang lain yang dibutuhkan untuk memperoleh asset atau ekuivalen dari asset tersebut pada pasar tangan kedua (second-hand market) yang memiliki sisa umur atau manfaat sama.
- Kos produksi (reproduction cost) sama dengan jumlah kas atau utang lain yang dibutuhkan untuk memperoleh asset yang identik dengan asset yang ada.
Wolk dkk (2001) menyatakan bahwa untuk
tujuan penilaian alternatif dan pengambilan keputusan, tiga penilaian yang
dapat digunakan untuk menilai assets suatu entitas dapat dikombinasikan dengan
urutan-urutan sebagai berikut:
a. NRV
> PV > EV b.
NRV > EV > PV
c. PV
> EV > NRV d. PV > NRV > EV
e. EV > PV > NRV f. EV
> NRV > PV
Dari
kombinasi-kombinasi penilaian di atas menghasilkan beberapa gambaran keputusan
yaitu sebagai berikut:
a. Suatu
aset harus dimiliki untuk digunakan sepanjang PV > NRV. Jika asset lainnya
menunjukkan perbandingan nilai dimana NRV > PV, maka asset tersebut harus
dijual.
b. Dalam
situasi 3, 4, dan 5, sebaiknya suatu asset dipegang untuk digunakan dan
sebaliknya jika situasinya 1, 2, dan 6, maka asset tersebut harus dijual.
Sebagian besar asset tetap dan asset tidak berwujud yang memiliki situasi 3, 4,
dan 5 pasti akan kelihatan dapat dipakai, asets yang dimiliki oleh suatu
entitas secara terus menerus akan digunakan dan akan diganti bila sudah berlaku
situasi 3 dan 4, sebab kegunaan produktif yang ditunjukkan oleh PV sudah mulai
dominan.
c. Dalam
situasi 3 (PV > EV >NRV), sesungguhnya diharapkan sebagai satu-satunya
yang mendominasi keadaan untuk asset tetap produktif.
d. Situasi
4 menjadi luar biasa. Sejak NRV lebih besar dari EV, asset dapat dijual atau
juga digunakan (aktiva produktif), tetapi tidak harus diganti.
Keuntungan yang
dikaitkan dengan akuntansi yang berbasis pada harga beli yaitu:
a. Pemisahan
antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan sangat bermanfaat
jika digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajer.
b. Pemisahan
antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan sangat bermanfaat
untuk pembuatan keputusan bisnis.
c. Laba
operasi berhubungan dengan income yang memberi kontribusi pada pemeliharaan
kapasitas produksi fisik.
d. Pemisahan
antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan memberikan informasi
penting yang dapat digunakan untuk menganalisis dan membandingkan keuntungan
kinerja antar periode dan antar entitas.
e. Pemisahan
antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan, melalui metode entry
value memungkinkan dibuatpemisah antara keuntungan dan kerugian yang terealisasi
dengan keuntungan dan kerugian yang belum terealisasikan.
Kekurangan dari
harga beli yaitu sebagai berikut:
a. Sistem
entry value didasarkan pada asumsi bahwa suatu entitas akan berjalan terus dan
memiliki data harga beli yang andal yang dapat diperoleh dengan mudah.
b. Sitem
entry value mengakui current value sebagai dasar penilaian tetapi tidak
memperhitungkannya dalam perubahan yang terjadi di level harga umum.
c. Terdapat
kesulitan untuk menspesifikasi secara benar apa yang dimaksud dengan entry
value.
Gambaran
Akuntansi Berdasarkan Nilai Tukar/Jual (Exit Values)
Secara
menyeluruh, logika exit values bebeda dengan entry value. Penganut exit values
melihat bahwa suatu entitas secara terus menerus mengalami perubahan. Dalam
periode waktu yang panjang, suatu entitas akan melakukan penggantian sebagian
besar aktiva produktifnya, dan neraca yang disusun berdasarkan exit value akan
menggambarkan kesanggupan, kemampuan atau kapasitas untuk mengubah struktur
asset suatu entitas yang ada sekarang ke dalam kesempatan baru.
Exit values
menunjukkan harga penjualan yang diterima entitas dari penjualan assets suatu
entitas melalui proses likuidasi dengan situasi dimana entitas beroperasi
secara normal. Dibawah exit values, laporan posisi keuangan menjadi laporan
keuangan yang penting karena mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
a. Laporan
laba-rugi menunjukkan peningkatan kemampuan adaptasi suatu entitas yang berasal
dari operasi selama periode pelaporan.
b. Disamping
itu, laporan laba-rugi dibawah exit valuation dapat digunakan untuk membatasi
kemampuan prediksi dan tanggung jawab karena adanya kemunduran atau penurunan
nilai yang tidak sebanding antara entry values terhadap exit values yang
meningkat segera setelah suatu aktiva diperoleh.
Sesungguhnya
pendukung fanatis exit values cenderung untuk memberikan batasan bahwa
angka-angka akuntansi secara signifikan memiliki kemampuan prediksi. Exit
values merupakan suatu bentuk opportunity cost. Nilai tersebut menunjukkan
besarnya kerugian atau penurunan niali asets yang dialami suatu entitas dari
nilai perolehannya (historical cost). Terdapat isu penting tentang penilaian
suatu asset yang dijual secara terpisah atau dijual secara tergabung dan
bagaimana menyajikannya dalam neraca.
Contoh:
Asset A dan
Aset B jika dijual secara terpisah akan laku dengan harga $20 dan $30. Namun,
jika dijual srcara bersama-sama, sangat mungkin akan laku diatas $50 atau
sebaliknya di bawah $50.
Gambaran ini
merupakan salah satu bentuk keterbatasan dari exit value approach. Peristiwa
seperti ini cenderung dipecahkan melalui replacement cost atau entry values. Penekanan
pada entry value adalah komparatif jika dibandingkan dengan absolutnya. Namun,
kedua angka tersebut memiliki basis yang relevan pada situasi tertentu.
Contoh:
Dalam
analisis Capital Budgeting, exit values dari asets yang dimiliki suatu entitas
saai ini (sekarang) ditempatkan berdasarkan entry values pada saat diakuisisi
atau diperoleh. Kedua pengukuran tersebut dapat dikritik dari sisi latar
belakang, khususnya yang berhubungan dengan apa batasan untuk dapat
menerapkannya. Apa yang signifikan pada replacement cost jika suatu assets
sudah dimiliki? Perihal ini tentu berhubungan dengan usaha untuk menghindari
kerugian. Dengan kata lain, bagaimana memahami exit values jika kita bermaksud
atau bertujuan untuk menjaga atau mengamankan assets.
Meski exit values
sangat penting, sebagian besar assets suatu entitas sebenarnya tidak pernah
diubah ke dalam jangka pendek. Kelemahan dari exit values adalah jika pengguna
laporan laba-rugi adalah pihak-pihak yang berorientasi pada objektivitas.
Dengan demikian, nilai yang digunakan untuk tujuan atau kepentingan analisis
tertentu dapat diaplikasikan agar asets tetap produktif.
Keuntungan yang
dikaitkan dengan akuntansi yang berbasis pada harga jual yaitu sebagai berikut:
a. Exit
price dan nilai kapitulasi suatu asset memberikan ukuran-ukuran yang berbeda
dengan konsep ekonomi dari opportunity cost.
b. Exit
price memberikan informasi yang relevan untuk mengevaluasi kemampuan
beradaptasi secara financial dan likuiditas dari suatu entitas.
c. Exit
price dapat digunakan sebagai guideline yang baik untuk mengevaluasi manajer
dalam fungsi-fungsi kepengurusan karena merefleksikan pengorbanan saat ini dan
pilihan lainnya.
d. Penggunaan
exit price untuk menghapuskan kebutuhan akan adanya alokasi kos secara arbiter
berdasarkan pada estimasi masa manfaat asets.
e. Kelayakan
laporan keuangan berbasis harga jual menjadi lebih diterima dengan syarat exit
price tersedia.
Kelemahan yang
cukup signifikan pada sistem yang berbasis exit value yaitu sebagai berikut:
a. Sistem
yang berbasis exit price relevan hanya untuk asset yang diharapkan dijual
dengan harga pasar yang ditentukan.
b. Sistem
yang berbasis exit price tidak relevan untuk asset yang diperkirakan akan
digunakan oleh suatu entitas.
c. Penilaian
asset dan hutang tertentu pada exit price belum dipecahkan secara memadai, dan
masih terdapat permasalahan umum dalam penilaian asset tidak berwujud dan
permasalahan khusus tentang penilaian goodwill.
d. Ditinggalkannya
prinsip realisasi pada saat penjualan dan konsekuensi dari asumsi likuidasi
atas sumber-sumber daya suatu entitas memiliki kontradiksi dengan asumsi yang
ada tentang kelangsungan entitas atau going concern.
e. Sistem
yang berbasis pada exit price tidak mencatat perubahan dalam level harga umum.
General
Price-Level Adjustment (GPLA)
Mazab
neo-klasik berada diantara mazab klasik yang mengenal akuntansi kos historis
dengan mazab radikal yang mengenal akuntansi nilai sekarang. Teknisnya yaitu
dengan melaporkan kembali laporan keuangan historis (historical cost), tetapi
disajikan sesuai dengan daya beli umum (general purchasing power). Akuntansi
tingkat harga umum (general price-level accounting), atau akuntansi kos
historis dengan tingkat harga umum sesuaian berbeda dengan akuntansi nilai
sekarang. Yang perlu dipahami bahwa akuntansi tingkat harga umum dan akuntansi
nilai sekarang merupakan alternative ukuran yang saling bersaing terkait dengan
masalah yang ditimbulkan oleh inflasi. Akuntansi tingkat harga umum
mencerminkan perubahan pada tingkat harga umum sedangkan akuntansi nilai
sekarang mencerminkan perubahan pada tingkat harga tertentu.
Langkah-
langkah yang dibutuhkan dalam menyiapkan laporan tingkat harga umum, yaitu:
a. Asumsikan
bahwa neraca suatu entitas dibagi menjadi item-item moneter dan non moneter.
b. Asumsikan
bahwa terdapat perubahan tingkat harga umum.
c. Interpretasikan
persamaan, karena secara definisi asset moneter neto diungkapkan dengan nilai
dolar yang tetap.
d. Menyusun
kembali persamaan neraca yang telah dibuat dengan rumus:
C1 + (N0 +
N0p) – L1 = (R0 + R0p) – (C0p
– L0p)
Dari model yang
sederhan tersebut kita dapat mengembangkan metode yang dibutuhkan untuk
menyatakan kembali jumlah kos historis pada laporan keuangan tradisional
menjadi unit-unit daya beli umum. Langkah-langkah yang dilalui adalah sebagai
berikut:
a.
Dapatkan sekumpulan laporan keuangan kos historis yang
lengkap.
b.
Tentukan dan dapatkan suatu indeks tingkat harga umum
yang terterima dari data angka-angka indeks yang tersedia untuk menutupi umur
item terlama pada neraca
c.
Klasifikasikan setiap item neraca sebagai item moneter
atau non-moneter.
d.
Sesuaikan item-item non-moneter dengan suatu faktor
konversi untuk merefleksikan daya pembelian umum kini.
e.
Hitung gains atau losses daya beli umum (tingkat harga
umum) yang timbul dari item-item moneter yang dimiliki.
Item-item
moneter dengan non-moneter perlu dibedakan karena kedua jenis item tersebut
akan diperlakukan berbeda. Item non-moneter harus ditranslasikan menjadi niali
mata uang tertentu (dolar) dengan daya beli yang sama pada akhir periode
berjalan, sebaliknya, item moneter telah dinyatakan dalam nilai dolar pada
akhir periode berjalan dan gain atau loss daya beli sebagai hasil perubahan
dalam tingkat harga umum.
Pemilihan
Indeks Tingkat Harga Umum
Akuntansi
tingkat harga umum menggunakan faktor konversi yang didasarkan pada perubahan
indeks tingkat harga umum untuk mengubah nilai uang (dolar) pada suatu tanggal
menjadi jumlah yang mempunyai daya beli sama pada tanggal yang lain. Konsep
yang sesuai:
a. Mengukur
daya beli.
b. Indeks
tingkat harga umum memadai untuk digunkan.
Daya beli umum
diukur dengan suatu indeks tingkat harga untuk yang mencerminkan perubahan pada
nilai uang dan sebagai akibatnya muncul anggapan yaitu akuntansi tingkat harga
umum.
Menurut APB
Statement no.3 menyatakan bahwa tujuan pelaporan tingkat harga umum adalah
untuk menyatakan kembali laporan keuangan historis sebagai akibat adanya
perubahan pada daya beli umum mata uang (dolar), dan tujuan ini hanya dapat
dicapai dengan penggunaan indeks tingkat harga umum.
Di Amerika
Serikat, Departemen Perdagangan dan Departemen Tenaga Kerja secara teratur
mempublikasikan indeks harga umum. Indeks yang paling penting diantaranya
adalah:
a. Indeks
harga konsumen, yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja dari
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat.
b. Indeks
harga pedagang besar (wholesale), yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga
Kerja dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat.
c. Indeks
kos-kontruksi gabungan (composite contruction-cost), yang diterbitkan oleh
Administrasi Bisnis dan Jasa Pertahanan pada divisi industri kontruksi dari
Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
d. Deflator
harga implicit PNB (produk nasional bruto) atau (GNP implicit price deflator),
yang diterbitkan oleh Kantor Ekonomi Bisnis dari Departemen Perdagangan Amerika
serikat.
Dua indeks yang
paling sering digunakan pada akuntansi tingkat harga umum adalah sebagai
berikut:
a. Indeks
Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga
konsumen (IHK) merupakan suatu indeks pembobotan dasar yang dirancang untuk
mengukur perubahan harga barang dan jasa retail, yang diperoleh oleh keluarga
berpenghasilan menengah pada ukuran hidup tertentu di pusat kota.
b. Deflator
Harga Implisit PNB (DHIP)
Deflator harga
implicit PNB (DHIP) merupakan suatu indeks terbobot kini, yang dirancang untuk
mengukur perubahan harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu
tahun tertentu.
DHIP dianggap
merupakan kumpulan indeks tingkat harga umum yang saat ini tersusun dengan baik
jika dibandingkan dengan IHK. DHIP mencangkup semua barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sector ekonomi, sedangkan IHK hanya mencangkup barang dan jasa
yang dibeli konsumen tertentu.
Baik IHK maupun
DHIP mempunyai kelemahan yaitu tidak memperhitungkan substitusi dari
barang-barang yang harganya relatif rendah yang terjadi ketika harga-harga
relatif berubah. Dengan kata lain IHK mempunyai bias ke atas sedangkan DHIP
mempunyai bias ke bawah.
Alasan yang
Mendukung Akuntansi Tingkat Harga Umum
Sejumlah
alasaan yang dikemukakan untuk mendukung akuntansi tingkat harga umum yaitu:
a. Laporan
keuangan yang tidak disesuaikan dengan perubahan tingkat harga umum akan
terdiri dari atas berbagai jenis asset dan klaim, yang disajikan dalam nilai
mata uang (dolar) dengan daya beli yang berbeda.
b. Yang
mendukung akuntansi tingkat harga umum adalah akuntansi kos historis
konvensional yang tidak mengukur income secara memadai akibat penandingan nilai
satuan mata uang (dolar) dari besaran yang berbeda pada laporan laba rugi.
c. Yang
juga mendukung akuntansi tingkat harga umum adalah bahwa akuntansi ini relatif
mudah diterapkan.
d. Akuntansi
tingkat harga umum memberikan informasi yang relevan untuk bagi manajemen dan
untuk kepentingan evaluasi.
Alasan yang
Menolak Akuntansi Tingkat Harga Umum
Pihak-pihak
yang menentang akuntansi tingkat harga umum mengemukakan alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Sebagian
besar studi empiris menyatakan bahwa relevansi informasi tingkat harga umum itu
lemah atau tidak dapat diterima.
b. Perubahan
tingkat harga umum hanya menjelaskan perubahan pada tingkat harga umum dan
tidak menjelaskan perubahan pada tingkat harga spesifik.
c. Dampak
inflasi akan berbeda pada setiap entitas.
d. Kos
untuk menerapkan akuntansi tingkat harga umum melebihi keuntungannya.
Terdapat
beberapa alasan sebagi berikut ini:
1. Entitas
kehilangan kemampuan untuk menggunakan LIFO untuk tujuan pajak.
2. Daya
beli umum mungkin akan menghasilkan penilaian pajak kekayaan yang lebih tinggi.
3. Entitas
harus menyajikan kembali laporan tahun-tahun ke tahun sebelumnyasetiap kali
laporan komparatif dibuat.
4. Investor
tidak berusaha memahami laporan yang dibaca.
5. Ada
cara-cara yang lebih baik untuk mengungkapkan dampak inflasi bagi entitas
tertentu, bagi asetnya, bagi operasinya dan bagi masa mendatang.
e. Terdapat
beberapa masalah teknis yang mengelilingi akuntansi tingkat harga umum:
1. Pemilihan
indeks tingkat harga umum yang memadai.
2. Akuntansi
tingkat harga umum membutuhkan asset-aset dan kewajiban yang diidentifikasi dan
diklasifikasikan sebagai item moneter dan nonmoneter.
Akuntansi tingkat harga umum menerapkan prinsip
akuntansi yang berlaku dalam konvensional, hanya pengukurannya yang diubah.
Akibatnya, pelaporan kembali kos asset-aset nonmoneter sehatusnya melebihi
current valu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar