WelLcoMe To .AM. BloG


Selasa, 18 Desember 2012

Inflasi dan Kualitas Informasi Akuntansi (teori akuntansi)

Inflasi dan Kualitas Informasi Akuntansi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan dalam tingkat harga rata-rata untuk semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian. Dari sudut pandang teori akuntansi, gambaran inflasi merupakan persoalan besar. Inflasi menyebabkan harga-harga selalu berubah karena perubahan permintaan dan penawaran untuk barang dan jasa. Inflasi menimbulkan 2 permasalahan mendasar pada akuntansi keuangan yang menggunakan basis kos historis ( historical cost-based system of accounting) sebagai berikut ini:
a.       Angka historis yang tersaji dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan secara ekonomi karena harga-harga berubah sejak laporan keuangan dikeluarkan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan syarat kualitas primer yaitu relevansi dan reliabilitas khususnya representational faithfulness.
b.      Angka-laporan keuangan disajikan dalam dolar/mata uang tertentu yang telah dibelanjakan pada titik waktu yang berbeda berdampak pada jumlah daya beli yang berbeda pula. Perbedaan daya beli tersebut muncul karena inflasi yang menyebabkan harga-hargacenderung mengalami peningkatan.
Kedua problem tersebut merusak beberapa aspek kualitas informasi keuangan suatu entitas khususnya aspek relevan dibawah akuntansi biaya historis. Nilai prediksi menjadi menurun akibat penggunaan dan penggabungan dolar dari daya beli yang berbeda. Di bawah kos historis, pendapatan yang didistribusikan  kepada para pemegang saham biasanya relatif terlalu tinggi karena tidak disertai dengan perhitungan penyusutan yang seimbang terhadap aktiva bersih yang dimiliki oleh entitas.
Belkaoui (2004) menyatakan bahwa teori dan pengukuran laba bisnis menempati posisi sentral dalam literatur akuntansi keuangan dan metode pengukuran laba bersih mengalami perkembangan.
Menurut Belkaoui terdapat 3 mazhab terkait dengan pengukuran laba rugi yang dihasilkan dalam operasi perusahaan yaitu sebagai berikut:
a.       Mazhab klasik (classical School) terutama dikarakteristikkan dengan ketaatan pada postulat unit ukuran dan prinsip kos historis. Secara umum, dikenal sebagai akuntansi kos historis/akuntansi konvensional, dan kelompok klasik menganggap laba akuntansi sebagai laba bisnis.
b.      Mazhab neoklasik (neoclassical School) terutama dikarakteristikkan dengan pengabaiaan atas postulat unit ukuran, mengakui perubahan dalam level harga umum, dan ketaatan terhadap prinsip kos historis. Secara umum, disebut sebagai akuntansi kos historis disesuaikan level harga umum, konsep laba bisnis dari kelompok neoklasik adalah “laba akuntansi disesuaikan dengan level harga umum”.
c.       Mazhab radikal (radical school) terutama dikarakteristikkan dengan pilihan nilai sekarang sebagai dasar penilaian. Kelompok ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1.      Bentuk kelompok dimana laporan keuangan berbasis nilai sekarang tidak disesuaikan untuk perubahan level harga umum. Secara umum, disebut akuntansi nilai sekarang, konsep laba bisnis kelompok ini adalah laba sekarang (current income).
2.      Bentuk kelompok radikal, laporan keuangan berbasis nilai sekarang disesuaikan untuk perubahan dalam level harga umum. Secara umum, dikenal sebagai akuntansi nilai sekarang disesuaikan level harga umum, konsep laba bisnis kelompok ini adalah laba sekarang disesuaikan (adjusted current income).

Dampak Perubahan Tingkat Harga Di Amerika Serikat Di Masa Lalu Pada SFAS No. 33
Wolk dkk (2001) menyatakan bahwa akuntansi di USA telah merealisasikan potensi pengaruh-pengaruh inflasi pada angka-angka pelaporan keuangan akibat perubahan harga barang dan jasa. AAA dan AICPA telah mendiskusikan pengaruh perubahan harga dalam publikasi mereka selama setengah abad. Kedua organisasi tersebut dengan kuat menyokong model historical cost di pertengahan tahun 1930an.
The AAA membuat pernyataan bahwa esensi akuntansi yang utama bukanlah suatu proses penaksiran nilai, tetapi alokasi dari historical cost dan pendapatan saat ini dan periode-periode berikutnya. The AICPA menilai bahwa keuntungan dianggap direalisasi ketika penjualan yang berasal dari transaksi yang lazim berjalan efektif, kecuali kalau lingkungan atau keadaan-keadaan yang membentuk harga penjualan tidak memberikan keyakinan.
Di Era FASB, lembaga tersebut mengeluarkan exposure draft yang berjudul laporan keuangan dalam unit-unit daya beli umum. Konsep ini mengusulkan perlunya penyajian kembali laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba rugi dalam unit-unit daya beli umum sebagai informasi tambahan.
Price-level dihasilkan dari laporan keuangan yang secara kontinyu menggunakan historical cost sebagai sistem pengukuran, dengan mengubah laporan yang berbasis historical cost yaitu unit-unit dolar yang konstan dibanding unit-unit dari dolar nominal. Suatu pendekatan yang menggunakan current cost mengubah sistem pengukuran dasar dari historical cost ke current value.
Akuntan secara umum dan organisasi akuntan seperti AAA, AICPA, serta FASB cenderung untuk berlaku hati-hati terhadap price-level dalam menyatakan kembali historical cost. Kehati-hatian tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut ini:
  1. Metodologi yang dapat digunakan untuk mengubah historical cost dalam unit currency secara umum yang lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan current cost.
  2. Penggunaan currency hanya menyangkut satu indeks eksternal, sama halnya dengan consumer price index (CPI) melalui historical cost.
Tindakan SEC yang mendukung pelaporan keuangan dengan historical cost telah mengubah evolusi akuntansi untuk tingkat harga-harga yang berubah di US. ASR 190 menyebabkan FASB yang awalnya akan menerbitkan regulasi pelaporan keuangan dengan menggunakan unit-unit daya beli umum segera menyesuaikan posisinya dan menunjuk pada dua pendekatan yang diadopsi dalam SFAS No. 33. ASR 190 secar signifikan menahan perkembangan akuntansi untuk perubahan tingkat harga.
Perubahan dalam laporan keuangan diperlukan karena adanya perubahan harga. Perubahan tersebut dibuat pada suatu sistem perhitungan tersendiri agar sistem dapat melaporkan informasi yang lebih berguna untuk para pengguna laporan keuangan.

Membangun Indeks Harga
Untuk mengukur perubahan dalam tingkat harga yang terjadi dalam suatu periode, suatu indeks harga harus dibangun. Indeks harga adalah suatu susunan rata-rata harga sekarang dari barang dan jasa. Rata-rata ini dihubungkan dengan harga dalam suatu periode dasar dan tujuan mereka adalah menentukan seberapa besar perubahan yang terjadi. Indrks harga dapat dibangun dalam 2 tipe yaitu:
  1. Pembangunan indeks harga secara sempit dimana indeks dibangun untuk menyatukan perubahan tingkat harga dalam suatu segmen perekonomian seperti barang modal yang digunakan dalam industri.
  2. Pembangunan indeks dengan mengkontruksi tingkat harga seluruh barang dan jasa dalam aktivitas perekonomian.
Tipe pertama disebut dengan indeks harga khusus dan tipe kedua disebut indeks harga umum. Kedua tipe indeks tersebut tidak lepas dari penggunaan sampel statistic yang dilakukan secara luas dari barang dan jasa yang terkait, seperti jumlah dan transaksi yang terjadi mungkin sangat besar. Penggunaan sampel statistic tidak lepas dari kesalahan sampel dan ini mudah terjadi jika rata-rata transaksi tertentu representif dengan kejadian sebenarnya selama periode tersebut. Oleh sebeb itu, pengambilan sampel harus mengikuti kaidah teori yang sudah diisyaratkan.
Gambaran Akuntansi Inflasi Berdasarkan Nilai Beli (Entry Value)
Harga beli menunjukkan jumlah kas atau uang lainnya yang diperlukan untuk mendapatkan asset yang sama atau ekuivalen dari asset tersebut. Interpretasi harga beli sekarang yang telah digunakan adalah sebagai berikut:
  1. Kos pengganti (replacement cost) sama dengan jumlah kas atau uang lain yang dibutuhkan untuk memperoleh asset atau ekuivalen dari asset tersebut pada pasar tangan kedua (second-hand market) yang memiliki sisa umur atau manfaat sama.
  2. Kos produksi (reproduction cost) sama dengan jumlah kas atau utang lain yang dibutuhkan untuk memperoleh asset yang identik dengan asset yang ada.
Wolk dkk (2001) menyatakan bahwa untuk tujuan penilaian alternatif dan pengambilan keputusan, tiga penilaian yang dapat digunakan untuk menilai assets suatu entitas dapat dikombinasikan dengan urutan-urutan sebagai berikut:
a.       NRV > PV > EV                                b.   NRV > EV > PV
c.       PV > EV > NRV                                d.   PV > NRV > EV
e.   EV > PV > NRV                                f.    EV > NRV > PV
Dari kombinasi-kombinasi penilaian di atas menghasilkan beberapa gambaran keputusan yaitu sebagai berikut:
a.       Suatu aset harus dimiliki untuk digunakan sepanjang PV > NRV. Jika asset lainnya menunjukkan perbandingan nilai dimana NRV > PV, maka asset tersebut harus dijual.
b.      Dalam situasi 3, 4, dan 5, sebaiknya suatu asset dipegang untuk digunakan dan sebaliknya jika situasinya 1, 2, dan 6, maka asset tersebut harus dijual. Sebagian besar asset tetap dan asset tidak berwujud yang memiliki situasi 3, 4, dan 5 pasti akan kelihatan dapat dipakai, asets yang dimiliki oleh suatu entitas secara terus menerus akan digunakan dan akan diganti bila sudah berlaku situasi 3 dan 4, sebab kegunaan produktif yang ditunjukkan oleh PV sudah mulai dominan.
c.       Dalam situasi 3 (PV > EV >NRV), sesungguhnya diharapkan sebagai satu-satunya yang mendominasi keadaan untuk asset tetap produktif.
d.      Situasi 4 menjadi luar biasa. Sejak NRV lebih besar dari EV, asset dapat dijual atau juga digunakan (aktiva produktif), tetapi tidak harus diganti.
Keuntungan yang dikaitkan dengan akuntansi yang berbasis pada harga beli yaitu:
a.       Pemisahan antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan sangat bermanfaat jika digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajer.
b.      Pemisahan antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan sangat bermanfaat untuk pembuatan keputusan bisnis.
c.       Laba operasi berhubungan dengan income yang memberi kontribusi pada pemeliharaan kapasitas produksi fisik.
d.      Pemisahan antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan memberikan informasi penting yang dapat digunakan untuk menganalisis dan membandingkan keuntungan kinerja antar periode dan antar entitas.
e.       Pemisahan antara laba operasi, keuntungan, dan kerugian kepemilikan, melalui metode entry value memungkinkan dibuatpemisah antara keuntungan dan kerugian yang terealisasi dengan keuntungan dan kerugian yang belum terealisasikan.
Kekurangan dari harga beli yaitu sebagai berikut:
a.       Sistem entry value didasarkan pada asumsi bahwa suatu entitas akan berjalan terus dan memiliki data harga beli yang andal yang dapat diperoleh dengan mudah.
b.      Sitem entry value mengakui current value sebagai dasar penilaian tetapi tidak memperhitungkannya dalam perubahan yang terjadi di level harga umum.
c.       Terdapat kesulitan untuk menspesifikasi secara benar apa yang dimaksud dengan entry value.

Gambaran Akuntansi Berdasarkan Nilai Tukar/Jual (Exit Values)
Secara menyeluruh, logika exit values bebeda dengan entry value. Penganut exit values melihat bahwa suatu entitas secara terus menerus mengalami perubahan. Dalam periode waktu yang panjang, suatu entitas akan melakukan penggantian sebagian besar aktiva produktifnya, dan neraca yang disusun berdasarkan exit value akan menggambarkan kesanggupan, kemampuan atau kapasitas untuk mengubah struktur asset suatu entitas yang ada sekarang ke dalam kesempatan baru.
Exit values menunjukkan harga penjualan yang diterima entitas dari penjualan assets suatu entitas melalui proses likuidasi dengan situasi dimana entitas beroperasi secara normal. Dibawah exit values, laporan posisi keuangan menjadi laporan keuangan yang penting karena mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
a.       Laporan laba-rugi menunjukkan peningkatan kemampuan adaptasi suatu entitas yang berasal dari operasi selama periode pelaporan.
b.      Disamping itu, laporan laba-rugi dibawah exit valuation dapat digunakan untuk membatasi kemampuan prediksi dan tanggung jawab karena adanya kemunduran atau penurunan nilai yang tidak sebanding antara entry values terhadap exit values yang meningkat segera setelah suatu aktiva diperoleh.
Sesungguhnya pendukung fanatis exit values cenderung untuk memberikan batasan bahwa angka-angka akuntansi secara signifikan memiliki kemampuan prediksi. Exit values merupakan suatu bentuk opportunity cost. Nilai tersebut menunjukkan besarnya kerugian atau penurunan niali asets yang dialami suatu entitas dari nilai perolehannya (historical cost). Terdapat isu penting tentang penilaian suatu asset yang dijual secara terpisah atau dijual secara tergabung dan bagaimana menyajikannya dalam neraca.
Contoh:
Asset A dan Aset B jika dijual secara terpisah akan laku dengan harga $20 dan $30. Namun, jika dijual srcara bersama-sama, sangat mungkin akan laku diatas $50 atau sebaliknya di bawah $50.
Gambaran ini merupakan salah satu bentuk keterbatasan dari exit value approach. Peristiwa seperti ini cenderung dipecahkan melalui replacement cost atau entry values. Penekanan pada entry value adalah komparatif jika dibandingkan dengan absolutnya. Namun, kedua angka tersebut memiliki basis yang relevan pada situasi tertentu.
Contoh:
Dalam analisis Capital Budgeting, exit values dari asets yang dimiliki suatu entitas saai ini (sekarang) ditempatkan berdasarkan entry values pada saat diakuisisi atau diperoleh. Kedua pengukuran tersebut dapat dikritik dari sisi latar belakang, khususnya yang berhubungan dengan apa batasan untuk dapat menerapkannya. Apa yang signifikan pada replacement cost jika suatu assets sudah dimiliki? Perihal ini tentu berhubungan dengan usaha untuk menghindari kerugian. Dengan kata lain, bagaimana memahami exit values jika kita bermaksud atau bertujuan untuk menjaga atau mengamankan assets.
Meski exit values sangat penting, sebagian besar assets suatu entitas sebenarnya tidak pernah diubah ke dalam jangka pendek. Kelemahan dari exit values adalah jika pengguna laporan laba-rugi adalah pihak-pihak yang berorientasi pada objektivitas. Dengan demikian, nilai yang digunakan untuk tujuan atau kepentingan analisis tertentu dapat diaplikasikan agar asets tetap produktif.
Keuntungan yang dikaitkan dengan akuntansi yang berbasis pada harga jual yaitu sebagai berikut:
a.       Exit price dan nilai kapitulasi suatu asset memberikan ukuran-ukuran yang berbeda dengan konsep ekonomi dari opportunity cost.
b.      Exit price memberikan informasi yang relevan untuk mengevaluasi kemampuan beradaptasi secara financial dan likuiditas dari suatu entitas.
c.       Exit price dapat digunakan sebagai guideline yang baik untuk mengevaluasi manajer dalam fungsi-fungsi kepengurusan karena merefleksikan pengorbanan saat ini dan pilihan lainnya.
d.      Penggunaan exit price untuk menghapuskan kebutuhan akan adanya alokasi kos secara arbiter berdasarkan pada estimasi masa manfaat asets.
e.       Kelayakan laporan keuangan berbasis harga jual menjadi lebih diterima dengan syarat exit price tersedia.
Kelemahan yang cukup signifikan pada sistem yang berbasis exit value yaitu sebagai berikut:
a.       Sistem yang berbasis exit price relevan hanya untuk asset yang diharapkan dijual dengan harga pasar yang ditentukan.
b.      Sistem yang berbasis exit price tidak relevan untuk asset yang diperkirakan akan digunakan oleh suatu entitas.
c.       Penilaian asset dan hutang tertentu pada exit price belum dipecahkan secara memadai, dan masih terdapat permasalahan umum dalam penilaian asset tidak berwujud dan permasalahan khusus tentang penilaian goodwill.
d.      Ditinggalkannya prinsip realisasi pada saat penjualan dan konsekuensi dari asumsi likuidasi atas sumber-sumber daya suatu entitas memiliki kontradiksi dengan asumsi yang ada tentang kelangsungan entitas atau going concern.
e.       Sistem yang berbasis pada exit price tidak mencatat perubahan dalam level harga umum.
General Price-Level Adjustment (GPLA)
Mazab neo-klasik berada diantara mazab klasik yang mengenal akuntansi kos historis dengan mazab radikal yang mengenal akuntansi nilai sekarang. Teknisnya yaitu dengan melaporkan kembali laporan keuangan historis (historical cost), tetapi disajikan sesuai dengan daya beli umum (general purchasing power). Akuntansi tingkat harga umum (general price-level accounting), atau akuntansi kos historis dengan tingkat harga umum sesuaian berbeda dengan akuntansi nilai sekarang. Yang perlu dipahami bahwa akuntansi tingkat harga umum dan akuntansi nilai sekarang merupakan alternative ukuran yang saling bersaing terkait dengan masalah yang ditimbulkan oleh inflasi. Akuntansi tingkat harga umum mencerminkan perubahan pada tingkat harga umum sedangkan akuntansi nilai sekarang mencerminkan perubahan pada tingkat harga tertentu.
Langkah- langkah yang dibutuhkan dalam menyiapkan laporan tingkat harga umum, yaitu:
a.       Asumsikan bahwa neraca suatu entitas dibagi menjadi item-item moneter dan non moneter.
b.      Asumsikan bahwa terdapat perubahan tingkat harga umum.
c.       Interpretasikan persamaan, karena secara definisi asset moneter neto diungkapkan dengan nilai dolar yang tetap.
d.      Menyusun kembali persamaan neraca yang telah dibuat dengan rumus:
C1 + (N0 + N0p) – L1 = (R0 + R0p) – (C0p – L0p)
Dari model yang sederhan tersebut kita dapat mengembangkan metode yang dibutuhkan untuk menyatakan kembali jumlah kos historis pada laporan keuangan tradisional menjadi unit-unit daya beli umum. Langkah-langkah yang dilalui adalah sebagai berikut:
a.       Dapatkan sekumpulan laporan keuangan kos historis yang lengkap.
b.      Tentukan dan dapatkan suatu indeks tingkat harga umum yang terterima dari data angka-angka indeks yang tersedia untuk menutupi umur item terlama pada neraca
c.       Klasifikasikan setiap item neraca sebagai item moneter atau non-moneter.
d.      Sesuaikan item-item non-moneter dengan suatu faktor konversi untuk merefleksikan daya pembelian umum kini.
e.       Hitung gains atau losses daya beli umum (tingkat harga umum) yang timbul dari item-item moneter yang dimiliki.
Item-item moneter dengan non-moneter perlu dibedakan karena kedua jenis item tersebut akan diperlakukan berbeda. Item non-moneter harus ditranslasikan menjadi niali mata uang tertentu (dolar) dengan daya beli yang sama pada akhir periode berjalan, sebaliknya, item moneter telah dinyatakan dalam nilai dolar pada akhir periode berjalan dan gain atau loss daya beli sebagai hasil perubahan dalam tingkat harga umum.
Pemilihan Indeks Tingkat Harga Umum
Akuntansi tingkat harga umum menggunakan faktor konversi yang didasarkan pada perubahan indeks tingkat harga umum untuk mengubah nilai uang (dolar) pada suatu tanggal menjadi jumlah yang mempunyai daya beli sama pada tanggal yang lain. Konsep yang sesuai:
a.       Mengukur daya beli.
b.      Indeks tingkat harga umum memadai untuk digunkan.
Daya beli umum diukur dengan suatu indeks tingkat harga untuk yang mencerminkan perubahan pada nilai uang dan sebagai akibatnya muncul anggapan yaitu akuntansi tingkat harga umum.
Menurut APB Statement no.3 menyatakan bahwa tujuan pelaporan tingkat harga umum adalah untuk menyatakan kembali laporan keuangan historis sebagai akibat adanya perubahan pada daya beli umum mata uang (dolar), dan tujuan ini hanya dapat dicapai dengan penggunaan indeks tingkat harga umum.
Di Amerika Serikat, Departemen Perdagangan dan Departemen Tenaga Kerja secara teratur mempublikasikan indeks harga umum. Indeks yang paling penting diantaranya adalah:
a.       Indeks harga konsumen, yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat.
b.      Indeks harga pedagang besar (wholesale), yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat.
c.       Indeks kos-kontruksi gabungan (composite contruction-cost), yang diterbitkan oleh Administrasi Bisnis dan Jasa Pertahanan pada divisi industri kontruksi dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
d.      Deflator harga implicit PNB (produk nasional bruto) atau (GNP implicit price deflator), yang diterbitkan oleh Kantor Ekonomi Bisnis dari Departemen Perdagangan Amerika serikat.
Dua indeks yang paling sering digunakan pada akuntansi tingkat harga umum adalah sebagai berikut:
a.       Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen (IHK) merupakan suatu indeks pembobotan dasar yang dirancang untuk mengukur perubahan harga barang dan jasa retail, yang diperoleh oleh keluarga berpenghasilan menengah pada ukuran hidup tertentu di pusat kota.
b.      Deflator Harga Implisit PNB (DHIP)
Deflator harga implicit PNB (DHIP) merupakan suatu indeks terbobot kini, yang dirancang untuk mengukur perubahan harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu tahun tertentu.
DHIP dianggap merupakan kumpulan indeks tingkat harga umum yang saat ini tersusun dengan baik jika dibandingkan dengan IHK. DHIP mencangkup semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh sector ekonomi, sedangkan IHK hanya mencangkup barang dan jasa yang dibeli konsumen tertentu.
Baik IHK maupun DHIP mempunyai kelemahan yaitu tidak memperhitungkan substitusi dari barang-barang yang harganya relatif rendah yang terjadi ketika harga-harga relatif berubah. Dengan kata lain IHK mempunyai bias ke atas sedangkan DHIP mempunyai bias ke bawah.
Alasan yang Mendukung Akuntansi Tingkat Harga Umum
Sejumlah alasaan yang dikemukakan untuk mendukung akuntansi tingkat harga umum yaitu:
a.       Laporan keuangan yang tidak disesuaikan dengan perubahan tingkat harga umum akan terdiri dari atas berbagai jenis asset dan klaim, yang disajikan dalam nilai mata uang (dolar) dengan daya beli yang berbeda.
b.      Yang mendukung akuntansi tingkat harga umum adalah akuntansi kos historis konvensional yang tidak mengukur income secara memadai akibat penandingan nilai satuan mata uang (dolar) dari besaran yang berbeda pada laporan laba rugi.
c.       Yang juga mendukung akuntansi tingkat harga umum adalah bahwa akuntansi ini relatif mudah diterapkan.
d.      Akuntansi tingkat harga umum memberikan informasi yang relevan untuk bagi manajemen dan untuk kepentingan evaluasi.

Alasan yang Menolak Akuntansi Tingkat Harga Umum
Pihak-pihak yang menentang akuntansi tingkat harga umum mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
a.       Sebagian besar studi empiris menyatakan bahwa relevansi informasi tingkat harga umum itu lemah atau tidak dapat diterima.
b.      Perubahan tingkat harga umum hanya menjelaskan perubahan pada tingkat harga umum dan tidak menjelaskan perubahan pada tingkat harga spesifik.
c.       Dampak inflasi akan berbeda pada setiap entitas.
d.      Kos untuk menerapkan akuntansi tingkat harga umum melebihi keuntungannya.
Terdapat beberapa alasan sebagi berikut ini:
1.      Entitas kehilangan kemampuan untuk menggunakan LIFO untuk tujuan pajak.
2.      Daya beli umum mungkin akan menghasilkan penilaian pajak kekayaan yang lebih tinggi.
3.      Entitas harus menyajikan kembali laporan tahun-tahun ke tahun sebelumnyasetiap kali laporan komparatif dibuat.
4.      Investor tidak berusaha memahami laporan yang dibaca.
5.      Ada cara-cara yang lebih baik untuk mengungkapkan dampak inflasi bagi entitas tertentu, bagi asetnya, bagi operasinya dan bagi masa mendatang.
e.       Terdapat beberapa masalah teknis yang mengelilingi akuntansi tingkat harga umum:
1.      Pemilihan indeks tingkat harga umum yang memadai.
2.      Akuntansi tingkat harga umum membutuhkan asset-aset dan kewajiban yang diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai item moneter dan nonmoneter.
Akuntansi tingkat harga umum menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku dalam konvensional, hanya pengukurannya yang diubah. Akibatnya, pelaporan kembali kos asset-aset nonmoneter sehatusnya melebihi current valu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar