Joon berkata 
dia akan pergi ke 
New York
 dan dia juga berjanji pada Ha-na bahwa dia akan menunggunya. Saat 
keadaan sudah tenang, saat ibu Ha-na tidak membutuhkannya lagi, Joon 
mengharap Ha-na akan datang padanya.
Yoon-hee
 masih bersama In-ha duduk di bangku taman kampus mereka dulu. Yoon-hee 
mengaku kalau dia sedikit takut menghadapi operasinya. Dan dia tidak 
ingin melupakan kenangan-kenangan di kampus ini
 dulu, dia berkata kalau dia harus mengingatnya. In-ha mengatakan hal 
yang sama, dia selalu mengingat kenangan-kenangan itu. Oleh karena itu, 
dia memberikan hatinya hanya untuk satu orang, “Aku hanya ingin tetap 
berada di sampingmu dan melakukan semua hal yang bisa ku lakukan 
untukmu.” In-ha meminta saat Yoon-hee kehilangan penglihatannya, dia 
akan menjadi mata untuk Yoon-hee, hubungan seperti itu sudah cukup untuk
 In-ha.
Yoon-hee menolaknya, tidak mungkin dia bisa melakukan itu pada In-ha.
Setelah
 mendengar janji Joon, Ha-na juga berjanji bahwa dia akan datang pada 
Joon. Hari di mana dia akan kembali pada Joon pasti datang. Mereka 
berdua sepakat dengan janji masing-masing. Saat mereka akan pergi, Ha-na
 menahan Joon. Ha-na sebenarnya tidak ingin Joon pergi, dia ingin Joon 
tetap di sampingnya. Joon berkata bahwa mereka tidak putus, mereka akan 
kembali.
Keesokan
 harinya, mereka mengadakan piknik bersama. Joon datang dengan 
membawakan bunga untuk Yoon-hee. Ha-na protes, untukku mana? Joon 
berkata kalau dia tidak tahu bunga apa yang disukai Ha-na. Ha-na manyun 
deh mendengarnya.
Joon
 beralasan kalau dia tidak pernah memberikan bunga pada wanita. Ha-na 
berkata kalau itu bagus. Lalu tiba-tiba Joon mengeluarkan sesuatu dari 
dalam tasnya. Seikat bunga yang ditanam Ha-na di kebun 
studio.
 “Aku memetiknya sendiri.”kata Joon. Ha-na bertanya apa Joon 
memikirkannya saat memetik bunga itu? “Tidak, aku sembarang petik saja.”
 kata Joon menggoda Ha-na. Ha-na berterima kasih pada Joon, dia sangat 
menyukai bunga itu.
Yoon-hee menyuruh mereka duduk dan mulai makan, tapi Ha-na berkata masih ada satu orang lagi yang belum datang, 
profesor. Yoon-hee menoleh pada Joon. “Aku tahu. Aku juga mengharapkannya datang. Ada sesuatu yang harus aku lakukan untuknya.”
In-ha datang dan mereka berempat makan bersama.
Joon
 bertanya tentang operasi mata Yoon-hee. Yoon-hee ingin mengundur 
operasi matanya. Dia beralasan masih ada yang harus dia kerjakan, dan 
dia berencana pergi ke 
Amerika
 untuk menemui paman dan keluarganya. In-ha menyetujuinya, tapi dia akan
 ikut dengan Yoon-hee, dia tidak mau Yoon-hee pergi sendiri. Yoon-hee 
berkata kaau Ha-na akan ikut dengannya. Sekarang Joon yang kaget, tapi 
Ha-na menyetujui rencana itu.
Ha-na menjelaskan, Joon ingin mengambil 
foto In-ha dan Yoon-hee berdua, seperti permintaan ayahnya dulu. In-ha senang Joon melakukannya. Mereka berfoto bersama.
In-ha
 pamit sebentar pada Yoon-hee karena harus mengajar. Sebelum pergi, dia 
memberikan kado kepada Yoon-hee. Sebuah box kecil berisikan kalung 
dengan bandul payung. In-ha berkata kalau dia berniat menjadikan kalung 
itu kado pernikahan, tapi ternyata pembuatannya baru saja selesai.
Lagi-lagi
 Yoon-hee menolak. Dia menolak hadiah itu. In-ha bertanya mengapa 
Yoon-hee menolaknya, tidak bisakah dia menerima hadiah dari seorang 
teman?. “Itu bukan hadiah yang biasa diberikan oleh teman. Lagipula kita
 tidak berteman.”jawab Yoon-hee. In-ha tetap tidak mau mengambil kembali
 hadiahnya. Dia berkata itu sudah milik Yoon-hee jadi terserah 
dia mau apakan.
Yoon-hee melihat Joon dan Ha-na di 
luar
 sedang tertawa-tawa melihat hasil foto. Yoon-hee yang tidak ingin 
mengganggu kebahagiaan mereka berdua masuk lagi ke dalam rumah. Tidak 
sengaja dia mendengar percakapan Joon dan Ha-na tentang rencana Joon 
yang akan pergi ke New York.
Yoon-hee
 mengonfirmasikan hal ini pada Ha-na. Ha-na berkata kalau itu adalah 
studio tempat Joon menjadi asisten dulu, dan sekarang dia sangat 
bersemangat pergi ke sana. “Lalu bagaimana denganmu?”. Ha-na menjawab 
tentu saja dia tidak bisa pergi, dia ingin bersama ibunya. Yoon-hee 
merasa bersalah, “Karena aku atau karena mataku kalian berdua putus.” 
Ha-na berkata kalau ibunya tidak usah khawatir, mereka berdua tidak 
putus, “Saat ini, tidak semua orang bisa bahagia. Tapi ini hanya 
sementara, saat ini aku ingin bersama dengan ibu. Aku ingin kau bahagia,
 dengan begitu kita berdua bisa bahagia. Jadi jangan khawatir.”
Yoon-hee
 memutuskan untuk pergi sendiri ke Amerika, tanpa Ha-na tanpa In-ha. Dia
 hanya berpamitan dengan meninggalkan sebuah surat dan meminta Ha-na 
untuk menjelaskan pada profesor. Yoon-hee meminta Ha-na menyampaikan 
permintaan maafnya pada In-ha, bahwa dulu ada seseorang yang pergi 
seperti ini dan sekarang orang itu melakukannya lagi.
Ha-na
 berlari mengejar pesawat yang akan dinaiki ibunya. Setelah mendapat 
kabar tentang Yoon-hee, In-ha juga langsung pergi ke bandara. Ha-na dan 
In-ha bertemu di bandara, tapi mereka berdua terlambat, karena Yoon-hee 
sudah pergi.
“Ibu berpikir, kami bisa bertemu kembali karenamu. Tapi,
 sekarang aku merasa... kami bertemu 30 tahun lalu, sehingga kau dan dia
 bisa bersama. Aku harap kalian berdua bahagia. Aku menyayangimu 
putriku, selamat tinggal.”
Joon yang mengetahui kabar ini langsung pergi ke rumah Ha-na, dan menenangkannya.
In-ha
 menemui Hye-jung. Hye-jung bertanya apa yang dilakukan In-ha, kalau 
In-ha menyalahkannya atas kepergian Yoon-hee, Hye-jung minta In-ha 
berhenti. Hye-jung juga tetap tidak akan merestui hubungan Joon dan 
Ha-na. In-ha berkata bukan itu tujuanya datang, dia ingin mengucapkan 
selamat tinggal pada Hye-Jung.
Emosi Hye-jung meninggi, lalu 
bagaimana pekerjaanmu? In-ha berkata kalau dia adalah orang yang tidak 
punya apa-apa, tidak ada yang dia tinggalkan. Tapi In-ha khawatir 
terhadap Hye-jung. “Sebenarnya siapa yang khawatir terhadap siapa. Pada 
akhirnya kau tetap melakukan ini.”kata Hye-jung. In-ha meminta maaf atas
 semuanya. Hye-jung terduduk, menangis. Dia tahu dia sudah tidak bisa 
melakukan apa-apa lagi.
In-ha
 meminta Joon untuk selalu menjaga ibunya, “Setiap orang punya harapan, 
tapi aku tidak bisa memenuhi harapan ibumu. Itu sebabnya kau banyak 
menderita. Meskipun aku kembali ke sisi Yoon-hee, kita tidak akan 
menjadi kekasih. Oleh karena itu kalian berdua tidak usah khawatir.” 
In-ha memberikan Joon sebuah lukisan. Joon juga memberikan In-ha sebuah 
foto.
“Ayah, selama ini aku selalu menyalahkanmu. Aku minta maaf. Aku
 menyayangimu, juga aku akan merindukanmu.”kata-kata Joon membuat 
ayahnya terharu. Mereka berdua lalu bersalaman.
In-ha memandangi foto yang diambil oleh Joon dengan rasa haru, senang campur bangga.
In-ha ternyata melukis saat Ha-na memeluk Joon dari belakang. Momen yang membuat In-ha tahu kalau Joon dan Ha-na 
saling menyukai. Joon membelai lukisan itu. Joon menempatkan lukisan mereka di rumah Ha-na di sebelah lukisan Yoon-hee waktu muda.
Joon
 mengajak Ha-na mengunjungi ibunya pada waktu liburan. Joon juga 
memberitahu Ha-na kalau dia tidak akan pergi ke Amerika. Dia tidak akan 
meninggalkan Ha-na lagi.
Satu tahun kemudian...
Ha-na baru saja keluar dari 
airport
 sambil ngomel-ngomel karena tidak ada yang menjemputnya. Penampilan 
Ha-na sekarang berubah, tidak jadul seperti dulu lagi. Ha-na sekarang 
berambut panjang dengan baju yang modis.
Sun-ho
 kaget melihat Joon di studionya. Dia pikir Joon sedang menjemput Ha-na 
di bandara. Joon melihat belanjaan yang dibawa Sun-ho dan bertanya apa 
itu. Sun-ho menjawab kalau dia ingin membuat pesta untuk kedatangan 
Ha-na, karena kemarin dia mengirim pesan akan pulang hari ini dan akan 
ke rumah ibu Joon sebelum ke studio, Sun-ho pikir Joon dan Ha-na 
bersama-sama. Joon bertanya apa Sun-ho dan Ha-na masih sering berkirim 
pesan? Sun-ho sedikit salah tingkah, dia bertanya apa itu tidak boleh? 
Joon menggeleng, lalu pergi.
Ha-na
 sampai di rumah Hye-jung dengan membawa koper. Hye-jung kaget melihat 
Ha-na yang langsung datang ke rumah setelah dari dandara. Dia juga 
mengatai Ha-na ‘babo’ karena datang ke rumahnya naik bis, bukannya 
dengan taksi melihat koper-koper gede yang dibawa Ha-na. Ha-na cuma 
nyengir mendengarnya.
Ha-na
 ternyata merawat taman bunga di rumah Hye-jung. Dia bertanya pada 
Hye-jung apakah dia selalu menyirami bunga-bunga ini? “Tentu saja. Jadi 
jangan datang ke rumahku dengan alasan seperti itu.”
“Apa kau bosan saat aku tidak ada?”tanya Ha-na lagi.
“Saat
 kau tidak ada, rumah ini damai sekali.” Ha-na tersenyum mendengar 
perkataan Hye-jung. (Huwooo...udah baikan nih kayanya Hye-jung sama 
Ha-na)
Hye-jung
 menanyakan kabar Yoon-hee di Amerika pada Ha-na. Ha-na berkata kalau 
semuanya berjalan dengan lancar. Hye-jung lega mendengarnya. Dia lalu 
menyuruh Ha-na pulang. Ha-na meminta untuk tinggal sampai makan malam. 
Ha-na ingin makan malam dengan Hye-jung.
Joon
 datang, Hye-jung bertanya apa dia juga akan makan malam di rumah? Joon 
berkata kalau mereka makan di luar saja, sambil melirik Ha-na. Ha-na 
kekeuh ingin makan di rumah.
“Apa ini? Kalian bertengkar?”tanya Hye-jung. Ha-na berkata tidak, sambil tersenyum menggoda Joon. Joon diam saja.
Saat
 makan Joon masih diam saja (ngambek sama Ha-na sepertinya). Hye-jung 
menyadari ini dan bertanya lagi apa mereka melakukan hal yang salah? 
Hye-jung juga bertanya pada Joon mengapa dia tidak pernah mengunjungi 
ibunya saat Ha-na tidak ada. Ha-na menimpali, “Aku akan sering datang ke
 sini.”
“Siapa yang mengijinkanmu?”lanjut Hye-jung. Lalu Hye-jung bertanya kenapa Ha-na memperpanjang tinggalnya di Amerika?
Ha-na
 memperpanjang tinggalnya di Amerika untuk mengikuti gardening Expo. 
Kebetulan dia ada di sana dan juga ada Sunbae. Manager Han Tae-seong? 
(Semakin bad mood lah itu si Joon.)
Hye-jung ke Joon : Jadi kau marah karena ini? kau ini kenapa? Ini kan hanya pekerjaan.
Joon mengelak kalau bukan itu masalahnya.
Hye-jung ke Ha-na : Kau juga, kau bilang hanya 2 minggu, tapi pulang setelah 2 bulan, siapa yang tidak akan marah?
Ha-na meminta maaf.
Hye-jung ke Ha-na dan Joon : Kalian berdua, bicarakan hal ini! Sungguh kekanak-kanakan.
Setelah Hye-jung pergi, Ha-na meminta maaf pada Joon. “Buat apa kau meminta maaf. Kau melakukan apa yang ingin kau lakukan!”
Ha-na
 masuk ke rumah dan mengangkat koper sendiri. Dia melihat lukisannya 
dengan Joon lalu menggumam, “katanya dia tidak bisa berpisah denganku. 
Tapi ini sudah yang keempat kalinya.” Joon mendengar Ha-na, “Kelima 
kalau kau menghitung yang waktu itu.” Joon menyuruh Ha-na menjelaskan 
semuanya.

 
Ha-na
 berkata kalau itu tidak ada hubungannya dengan sunbae, dia yang 
membudidayakan tanaman itu di Korea, jadi dia ingin memastikan kalau 
tanaman itu benar-benar berakar di Amerika. Sampai-sampai dia tidak 
sempat merawat ibunya, “Berani-beraninya kau memarahi orang yang selama 2
 bulan tinggal di greenhouse.” Joon berkata kalau dia tidak marah 
tentang sunbae-nya, tapi dia marah karena akhirnya Ha-na menghabiskan 
sisa liburannya. “Apa kau di sana merindukanku?”tanya Joon. Dengan 
meledek Ha-na berkata kalau dia tidak merindukannya. Joon mau marah 
lagi. “Aku... sangat merindukanmu!! setiap hari aku sangat 
merindukanmu.”kata Ha-na. Joon masih ingin berdebat dengan Ha-na. ha-na 
terdiam beberapa saat menunggu amarah Joon mereda. “Aku 
merindukanmu.”kata Joon.
Ha-na tersenyum mendengarnya. Joon mau 
nggak mau juga ikutan tersenyum. Ha-na lalu memeluk Joon. Setelah itu 
mereka berkissu-kissu (ehem, agak lama ya ni kissu nya..). Setelah itu 
mereka berdua makan bersama.
“Seperti ini, perlahan seperti ini atau 
dengan cepatnya berlalu kehidupan sehari-hari, kami melihat satu sama 
lain. Mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang dan memulai hidup 
kita kembali.”
In
 Soo sedang bermain piano ditemani pengarah gaya (til the last episode i
 still don’t know what his name is..), Jo Soo datang dengan muka 
cemberut. Dia cemas soal kemampuannya. In Soo menghiburnya dengan 
mengatakan bahwa Jo Soo sudah menjadi asisten dari guru terbaik (Joon), 
jadi mengapa harus khawatir. Jo Soo mengeluh kalau dia belajar hal-hal 
yang tidak berguna dari guru terbaik itu, bagaimana dia bisa debut? In 
Soo lalu memainkan lagu gembira untuk Jo Soo (lagunya SNSD yang Ah!)
Mi-ho datang. Melihat Jo Soo yang masih di luar, dia langsung menariknya ke dalam agar pemotretannya dimulai.
Selama
 pemotretan Jo Soo terus saja memandang Mi-ho. Setelah pemotretan, semua
 gembira karena pemotretan berjalan lancar dan foto yang diambil juga 
bagus. “Aku model terbaikmu kan? Nanti aku akan jarang ikut pemotretan, 
jadi ambillah fotoku lebih banyak”kata Mi-ho. Semua orang kaget 
mendengar bahwa Mi-ho akan pergi ke Paris. Mi-ho berkata kalau ini hari 
terakhirnya.
Pemotretan
 dimulai lagi. Kali ini suasana berubah sedih. Mi-ho yang sudah menyerah
 dan akan melepaskan semuanya meneteskan air mata. Semua orang bertepuk 
tangan kepada Mi-ho. Joon memujinya, “Kau mengagumkan.”
Ha-na
 berbincang dengan Sun-ho. Sun-ho bercerita tentang kencan buta-nya. 
Tidak disangka teman kencan butanya dalah teman sekolahnya dulu. Ha-na 
berkata kalau itu takdir. Sun-ho juga bercerita kalau wanita itu sudah 
menyukai pria lain.
Ha-na : “oh, jangan bertepuk sebelah tangan lagi. Cintamu yang dulu juga bertepuk sebelah tangankan?”.
Sun-ho
 mengganti topik pembicaraan mereka. Sun-ho bertanya tentang pernikahan 
Ha-na dan Joon. Ha-na balik bertanya pada Sun-ho, “Bisakah kita 
menikah?”. Sun-ho berkata tentu saja, mereka harus menikah. “Berhentilah
 menyakiti hatiku.”kata Sun-ho dengan pelan. Ha-na tidak mendengarnya.
Pagi-pagi,
 Ha-na bangun dan melihat Joon sudah berada di meja makan dengan 
secangkir kopi. Ha-na menggerutu kenapa Joon tidak membuatkan satu 
untuknya. Joon menawarkan kopi kepunyaannya. Ha-na meminum kopi 
kepunyaan Joon. Gemas melihat Ha-na, Joon mengacak-acak rambut Ha-na 
dengan sayang.
Pun ketika malam, mereka berdua duduk bersama, berangkulan sambil bergurau.
“Tapi saat itu, jauh di dalam hati kita, kita selalu merasa takut dan bersalah.”
Ha-na datang ke sebuah cafe, Joon yang menunggunya protes, mengapa akhir-akhir ini selalu dia yang menunggu Ha-na.
Ha-na
 bertanya apa yang akan mereka lakukan, bukan baca buku lagi kan? Ha-na 
menyarankan mereka untuk bersepeda. Joon menolaknya. Ha-na menggerutu, 
menjengkelkan. “Bukankah kemarin kita sudah menonton film, bahkan 
menonton sebuah opera.”kata Joon.
Ada
 seorang anak kecil yang memperhatikan mereka berdua. Ha-na mencoba 
bergurau dengan anak kecil itu. Joon yang melihatnya hanya menolehkan 
kepalanya sebentar. Ha-na bertanya mengapa Joon tidak menyukai anak itu,
 padahal dia lucu sekali. “Aku hanya berkomunikasi dengan orang-orang 
yang berbicara.”jawab Joon.
Mereka
 berdua lalu pergi ke toko baju. Joon sedang memilih baju sedangkan 
Ha-na menunggunya dengan bosan. Tiba-tiba Joon membawa sepasang sepatu 
berhak tinggi dan memakaikannya ke kaki Ha-na”menggantikan sepatu kets 
yang dipakainya. “Sepatu ini cocok untukmu.”
Mereka
 lalu makan. Ha-na menggerak-gerakkan sepatunya karena senang. “Kau 
tahu, kata orang kalau kau membelikan seseorang sepatu, maka orang itu 
akan lari.”kata Joon. “Tak masalah, yang lari si penerima, kan..” Mereka
 berpikir lagi apa yang akan mereka lakukan. Makan, menonton film, tema 
taman.. Ha-na bosan dengan itu semua. Dia ingin sesuatu yang spesial. 
“Seperti melihat diamond snow bersama, atau melihat kabut bersama. 
Sebenarnya, apapun yang kita lakukan bersama adalah spesial.”kata Ha-na.
 Joon lalu mengajak Ha-na pergi ke Hokaiddo.

 
Ha-na
 dan Joon datang ke rumah Hye-jung dengan panik (Ha-na yang panik, Joon 
mah nggak). Ibu Joon berkata kalau dia sakit kepala. “Joon, aku bilang 
aku sakit. Apa kau tidak khawatir sedikit pun?” (Hye-jung sepertinya 
cari-cari perhatian Ha-na dan Joon). Ha-na bertanya apa Hye-jung 
baik-baik saja? Hye-jung bertanya pada Ha-na apa dia masih tinggal di 
studio bersama Joon? Ada seseorang yang bertanya yang mengakibatkan 
adanya rumor tidak baik. Ha-na berkata dia akan segera mencari tempat 
tinggal.
Joon
 beralasan kalau mereka tidur terpisah. Hye-jung tetap saja tidak 
menganggap ini sesuatu yang pantas, “Kalian menikahlah!”. Ha-na dan Joon
 bengong. “Sebelum rumor berkembang, menikahlah!”. Hye-jung lalu pergi 
meninggalkan dua orang yang masih terbengong-bengong.
Joon
 memikirkan kata-kata ibunya ini dengan sangat keras. Ha-na yang 
melihatnya hanya bisa diam. (aku pikir, Ha-na juga ingin menikah. Tapi 
bagaimanapun keputusan untuk menikah tetap ada di tangan si cowok, tul 
gak?)
Chang-mo
 ngobrol dengan Dong-wook sambil mendengarkan lagu ciptaan In-ha yang 
dinyanyikan penyanyi cafe. Melalui lagu itulah, rasa cinta In-ha yang 
besar pada Yoon-hee tergambarkan. Chang-mo berrtanya bagaimana kabar 
mereka berdua, sudah lama seklai semenjak mereka ke Amerika, mereka 
tidak memberi kabar. Dong-wook berkata kalau tidak ada berita maka 
mereka baik-baik saja. Yang penting pada akhirnya mereka bersama, 
meskipun tidak menikah. Pada usia ini menikah bukanlah hal yang penting,
 berbeda dengan anak-anak.
Dong-wook bertanya bagaimana keadaan Hye-jung? “Hye-jung? Aku tidak tahu.”
“Pria ini, kalau kau tidak tahu lalu siapa lagi yang akan tahu?”tanya Dong-wook.
“Kenapa
 aku harus mengetahuinya?”jawab Chang-mo gugup. Dong-wook berkata kalau 
membicarakan soal Hye-jung Chang-mo selalu saja gugup seperti itu. 
Chang-mo hanya tertawa.
Ha-na
 bertemu dengan Tae-seong membicarakan kepergian nya ke Amerika lagi. 
Ha-na ingin pergi sebentar untuk menghindari Joon sementara waktu. Saat 
ini Joon sedang bingung. Mereka lalu membicarakan Jang-soo yang akan 
menikah. Ha-na terkejut, diantara mereka bertiga akhirnya dia yang 
menikah terlebih dahulu. “Aku pikir... kita yang akan menikah terlebih 
dahulu.”kata Tae-seong yang membuat Ha-na sedikit tidak enak.
Ha-na
 pulang dengan mengagetkan Joon dari belakang. Dia bertanya apa dia 
perlu membuat makan malam? Joon berkata tidak perlu karena dia sangat 
sibuk. Ha-na yang ingin mengatakan sesuatu pun harus menundanya.
Saat Ha-na tidur, Joon mengirimkan pesan menyuruh Ha-na pergi ke taman.
Di luar kamar, sudah terpasang lilin-lilin untuk menerangi jalan Ha-na (berasa mati lampu ya..)
Di
 taman pun juga sudah ada lilin yang berjejer rapi mengarah ke sebuah 
bangku tempat Ha-na dan Joon duduk. Joon sudah menyiapkan layar dan 
proyektor yang menampilkan diamond snow dan foto-foto Ha-na. “Ayo kita 
menonton ini. Orang bilang apabila kita menonton ini, maka cinta akan 
datang.”kata Joon. Joon mengungkapkan isi hatinya, menceritakan 
bagaimana perasaannya pada saat gambar-gambar itu diambil. Saat dia 
mengambil gambar Ha-na saat dia mengagumi Diamond snow, saat pemotretan 
pertama Ha-na yang bikin Joon deg-degan. Lalu pemotretan kedua saat 
Ha-na tertekan karena Joon memutuskannya, Joon juga sangat sedih.
Joon
 menggenggam tangan Ha-na. Dia berkata ingin selalu seperti ini, melihat
 mereka berubah penampilan. Dia ingin bersama sampai tua. Lalu 
meluncurlah kalimat itu, “Mau kah kau menikah dengan ku?”. Ha-na 
terharu, tersenyum lalu mengangguk.
Ha-na
 dan Joon melihat-lihat postcard yang dikirimkan ayah Joon. Joon berkata
 kalau dia mendapatkan ide dari foto-foto itu. Ha-na berfikir kalau Joon
 tidak mau menikah. Dulu memang Joon seperti tu, tapi sekarang sudah 
berubah. Saat Ha-na di Amerika, Joon ingin sekali menemuinya, tapi dia 
tak punya alasan. Sekarang, dia bisa pergi ke Amerika untuk mengunjungi 
istrinya. Mereka berdua saling tertawa gembira.
“Akhir-akhir ini kami
 membicarakan kalian berdua. Ceritakan segalanya dari saat kau muda 
hingga saat ini. Dan juga skenario masa depanmu yang akan terjadi 
bersamanya. Aku tidak tahu jika kami telah membiarkanmu menjalani hidup 
sesuai dengan yang kau inginkan. Tapi aku harap kalian berdua mengerti 
cinta yang kalian inginkan adalah tentang memberikan kesempatan yang 
lain. kami harap cinta kalian akan bertahan selamanya. ”-In-ha.
Dengan
 memakai gaun pengantin, Ha-na berlari-lari menuju taman. Joon mengikuti
 di belakangnya, juga dengan memakai setelan baju pengantin. “Aku harus 
menyiram bunga ini sekarang. Kalau tidak dia akan mati.” (haeeh, mau 
nikah sempet-sempetnya mikirin bunga). Joon mengeluh kalau mereka 
terlambat, itu semua karena Ha-na.
Setelah selesai mereka lalu bergandengan tangan dan berlari menuju pernikahan mereka.
Jeon-sul
 keluar dari studio. Dia berjanji akan kembali lagi ke tempat itu. 
Sebelum pergi dia sempatkan untuk memeluk Mi-ho sebentar, yang tentu 
saja ditampik oleh Mi-ho. Semua orangg yang ada di situ tersenyum 
melihat Jeon-sul yang mengangkat tangannya sambil berteriak, “I’ll be 
back.”